Agenda bilik in polybag - Kilat

        Mendung datang, awan kelabu menutup birunya langit dan menghalangi indahnya oranye surya dari pandanganku. Angin bertiup perlahan, namun tak lama kemudian berhasil membuat daun-daun kering jatuh berguguran.. Petir menyambar, guntur menggelegar bersahut-sahutan, ku tutup telingaku ku sembunyikan kepala dibawah bantal bentuk hati milik adikku, "Mengapa turunnya hujan kini semakin menakutkan bagiku?"

    Rindu kecil berjalan kesana kemari, kantuk siang belum lagi menyerangnya, botol susu dengan dot bolong besar telah kosong diletakkan seenak hatinya, bergerak mendekatiku menarik bantal hati dengan paksa dari tanganku. Senyuman tiga jari terkembang diwajahnya, "Yaahh ... jibun mah cemen!" ledeknya kearahku, kemudian bernyanyi senandung abadi dari masa kanak-kanak yang indah, terucap syukur untuk siapapun penciptanya, 

    "Tik-tik-tik bunyi hujan di atas genteng, aerrnya turun tidak kekira, cobalah tengok dahan dan ranting, pohon dan kebun basah semuuuaaa." dengan lirik versi Rindu.

    Aku tersenyum dan segera melupakan takutku pada suara guntur, mencoba ikut bersenandung dengan satu lagu baru yang diajarkan Rindu padaku, "Cinderrella saaayaang ... aku telah dataaang, jangan kau berseeediih, serta putus aasa. Tikus dan semangkaaa ... jadi kreta kudaa, gaun pesta indah, untuk Cinderrella ... slamat pesta, slamat pesta semoga kor bahagia, slamat pesta ... slamat pesta semoga kor bahagia ...." masih dengan lirik yang sama persis seperti yang Rindu ajarkan padaku.

    Sekali lagi guntur unjuk suara, menggelegar seakan tepat diatas kepala. Tapi kali ini aku tak lagi bersembunyi dibawah bantal atau dengan sengaja menutup kedua daun telinga, "bisakah kau bawa serta suaraku ini?" Teriakku dalam hati, "Atau cukup sampaikan salam rinduku untuk belahan jiwa nun jauh disana."

    Tetes hujan kini tak lagi jatuh kebumi dengan perlahan, satu persatu bulir air seakan berebut memaksa diri untuk tiba lebih awal dan menjadi yang pertama membasahi keringnya bumi, tanah, daun, dahan dan ranting ... embun diatas daun talas pun kini tak lagi sendiri. Hatiku pun seakan ikut merasa lembab sebab dinginnya, "Andai muncul pelangi setelah hujan ini berhenti, alangkah indahnya merah kuning hijau itu, tersapu sempurna dilangit yang biru, seperti merah kuning hijaunya hatiku, terbungkus biru karena menanggung rindu."
        
       Jauh disana, di mana rumah tulang rusuk ini berada. Penantian selama dua puluh tahun lebih, kisah pertemuan yang berliku dan berputar, ternyata kini pun masih harus beberapa kali terpisah setelah akhirnya disatukan. Norma, Agama, Adat istiadat, seperti Shakespeare dengan kisah Romeo dan Juliet nya, penghukuman derajat buatan manusia. Hemmh,, jika benar setiap babak hidup anak manusia dimuka bumi ini hanyalah sebuah pengulangan, kisah yang sama hanya dengan tatanan ruang dan waktu yang berbeda. Sejuknya kehidupan dibalik benteng Hagia Sofia, setelah sang Penakluk akhirnya berhasil menjadi perantara terjawabnya satu nubuat baik, mungkin itu yang paling aku inginkan untuk terulang saat ini.

    "Fabiayyi 'alaa irobbikuma tukadziban ...." Sekarang tak hanya aku seorang diri yang mengalunkan syair indah itu, perlahan tapi pasti Engkau menepati semua janji. Satu per satu isi daftar pintaku Kau beri, ada satu-dua poin yang Kau ganti, tapi aku yakin semua untuk kebaikanku.

    


Komentar

Postingan Populer