Agenda bilik in polybag - Bee vs Tawon.

15 Agustus 2014, setengah tujuh pagi,

    "Haiih ... delo'en aghe, Mas. Sekarang jari tengah aku yang diserang. Perasaan baru tiga harian jari manis aku kembali ke ukuran normal dan bebas dari gatel. Eh, udah dapet serangan baru lagi, uft." Masih sedikit tersisa aroma pengantin baru, walau kami menikah diusia yang bisa dibilang sedikit kadaluarsa, hahaa.

    "Opo'o, e? Dientup tawon maneh, a?" suamiku menyembulkan kepalanya dari bawah selimut tebalnya.

    "Hiyo, e ... lengkap sudah semua jari aku dicicipin tawon di rumah ini. Hiks ... eh, tinggal jempol deh yang belom kena. Gede ya, entupnya ternyata. Kayak duri yang ada di nanas kalo abis dikupas gituh." Masih dengan mode merajuk, seperti anak kecil yang sedang mencari perhatian ibunya.

    "Wes ojo ngalem, ke'ono kembang kono, gebeken mumpung durung abuh."Tak berhasil mendapat reaksi yang diharapkan, suamiku justru kembali menyembunyikan kepalanya di bawah selimut tebalnya. hahaa ....

    "Tawon punya jarum sengat berapa e, Mas?" Masih tak patah semangat mencari perhatian dari belahan jiwa, eaa ....

    "Yo, siji tah ... wes metu a iku, entupe?" Sepertinya lumayan berhasil, karena pak suami kembali menyembulkan kepalanya.

    "Udah, sih, tadi aku yang cabut. Ya, itu, kayak durinya nanas ternyata, dibagian atasnya kayak ada kulit nempel gitu. Lah terus ... kalo sengatnya udah dientupin ke orang, gimana caranya tawon itu njaga dirinya lagi?" Jujur, ini penasaran beneran. Mengingat obsesiku beberapa tahun belakangan adalah ingin menjadi seperti lebahmadu.

    "Yo mati, tah ...." Tak usah tanya, dimana posisi kepalanya setelah memberi jawaban itu. Hahaa ....

    "Waduuh ... serius, Mas? Kasian atuh, lagian ngentupnya nggak tanya-tanya dulu sih. Pan akunya juga nggak niat ganggu, malah seringnya aku yang ngerasa diincer sama mereka. Coba bayangin, dirumah ini ada lima orang penghuni, emak yang paling sering sliweran didapur kalo pagi, tapi kenapa cuma aku gituh yang dientupin bulak-balik kaya ginih?" Sedikit tak terima dengan apa yang kuterima tiap pagi sejak beberapa bulan terakhir, tapi sekaligus menertawakannya.

    "La yo embuh, bee. Takono dewe tah mbek tawone. Kopi ...." Selalu dengan ekspresi dan suara kang Mus disinetron Preman Pensiun tiap kali minta dibuatkan minumannya tiap pagi.

    "Hayyaahh, ribut kupa-kopi bae daaah ... niat puasa tah mboten seh Pean iki?"

    "Wes tah aghe, wingi la' wes ta' kandani seh libur se'. Aghe ... Kopi ...."

    "Iya'." Sengaja meniru suara dan gaya ceu Esih. "Eh, Mas ... pilem apa dah tuh, yang ada catwomen nyah?" Semangat literasi mendadak muncul sebelum sempat beranjak dari atas kasur.

    "Batman?"

    "Iya, Batman. Dia kan jadi catwomen gara-gara dijilatin kucing ya? Rugi dah aku udah dientupin tawon bulak-balik selama disini kalo sampe nggak jadi ratu lebah, mah. Hags, hags, hags ...."

    "Entutmu, a?! Agheee, Kopi koq."

    "Hemh, tawon cuma punya satu entup. Masa aku juga udah make senjata pamungkas aku tanpa sadar?" Masih belum beranjak. Berusaha menata kata, agar dapat terjalin menjadi sebuah kalimat indah terkait bee dengan tawon ini.

    "Hadueeh, bee ... koq gha' tandang-tandang yo." Menyingkap seluruh selimut tebalnya, dan merubah wajah kang mus yang lembut tiap di depan Esih, tapi gahar begitu ketemu kang komar. Weks.

    "Hehehehehehe... iya, iya,..."

    Me versus Tawon? Jadi inget tulisan yang kubuat di kolom "Mengenai Saya" di blog, Donatkeong aku, "Seperti lebah madu, terkesan mengganggu padahal banyak manfaat yang dibawa dan baru dicari saat telah pergi." 

    Kekekek, kesombongan tingkat tinggi di masa lalu. Tanpa pernah sekali pun mencoba mencari tahu seperti apa kehidupan lebah itu sendiri, bagaimana cara mereka hidup, pertahanan apa yang mereka punya untuk menjaga diri mereka. Dan ternyata benar yang suamiku bilang, setelah sengaja mencari langsung keterangan lebah lewat wikipedia, mereka hanya punya satu ngengat dan akan mati tak lama setelah kantung sengat terlepas dari mereka.

    Terus aku? Situasi yang aku hadapin saat ini? Apa bener, itu pertanda aku sudah menyia-nyiakan sengat yang akupunya beberapa tahun lalu? Menggunakan tiket do'a tembus langit dengan sia-sia? Hemh, seperti lebah-lebah yang sudah menjelajah jari tangan, kaki dan daguku. Membuat kegemukan lokal dengan rasa cenat-cenut disekitarnya, menghiasnya dengan tubuh meriang dan meninggalkan rasa gatal level limabelas disekitar area sengata,n setelah tanpa alasan yang jelas atau setidaknya memberi kesempatan aku untuk mejelaskan bahwa tidak ada niat mengganggu apalagi berbuat jahat pada mereka. 

    Su'udhon yang menyerang bertubi-tubi, hanya karena keputusan menikah yang dinilai menyalahi akidah. Tanpa sadar sudah membuatku menyemburkan satu-satunya sengat yang kupunya ke sembarang arah. Hemh, aku bertahan hingga detik ini, berharap sengat yang kupunya sedikit berbeda dengan yang para lebah sebenarnya miliki.

    Yupz, Tiket do'a tembus langit. Semoga berhasil ku dapatkan kembali

   

Komentar

Postingan Populer