Agenda bilik in polybag - Hibernasi bulan madu 2
. "Govind," bisik Pancali, saat sari yang ia kenakan mulai dilucuti dengan paksa.
Seketika, Khrisna menahan tangis di atas kereta kencananya. Namun, ia tetap menjalankan perannya dengan sepenuh hati. Lincah memainkan selembar kain merah di antara jemarinya.
"Allah." Nama itu yang selalu kubisikkan dalam keheningan malam, di saat aku memutuskan untuk menuntaskan kisah ini.
Lacutkah aku, jika nekat bertanya, "Apakah Engkau pun menangis ketika mendapati hamba-Mu tengah berbuat zalim pada dirinya sendiri?"Sedangkan aku yakin bahwa cinta yang kubawa telah Engkau sambut, dan setiap tanya yang kusimpan telah Engkau beri jawaban tanpa perlu kutanyakan, lagi.
Sakitnya, tuh, di sini. Tepat di hati. Aku telah diberi izin untuk membuka cangkang dan melihat isi. Namun, mengapa tetap tak bisa aku sampaikan kembali? Bahkan, mengambil manfaat untuk diri sendiri pun, aku merasa kesulitan. Yaa Rabb, jika Engkau begitu indah, mengapa dengan sengaja Engkau tebar duri di sekitaran-Mu? Mengapa Engkau sengaja membuat hutan hayalan yang serupa dengan semak belukar, jika sejatinya titian yang telah terbuka membuat perjalanan menjadi mudah untuk ditempuh.
Yaa Rabb .... Jika kehadiran-Mu terasa begitu jelas. Namun, mengapa Engkau buat seperti seakan-akan sedang bermain petak-umpat? Mengapa Engkau buat seorang hamba harus terlebih dahulu merasakan kesulitan untuk mencari-Mu, sedangkan Engkau begitu mudah ditemukan? Dibuat seperti tengah mencari yang hilang, sementara yang tengah dicari tak pernah pergi sama sekali.
Yaa Rabb, apa Engkau tahu .... Kisah Mahabarata yang tengah disuguhkan di layar kaca, petuah bijak di dalamnya bisa membuat banyak orang terpesona. Namun, di situ aku justru semakin bertanya-tanya, mengapa satu ayat yang ditulis berulang dalam Surah Ar-Rahman seakan tak mampu menandingi petuah bijak sang begawan dalam kisah itu? Maka dengan nikmat-Mu yang manakah, yang masih saja aku dustakan hingga saat ini?
Fa biayyi 'alaa irobbikuma tukaziban. Dan pada kenyataannya, aku hanya mengingat Engkau sesekali saja, dan tetap terjerat lena pada dunia. Tertidur lelap di atas setengah sayap nyamuk milik-Mu. Sengaja mencipta negeri sendiri di atas selembar kertas, karena sadar istana pasir ini hanya berdiri kokoh untuk sementara saja. Jangankan ombak di lautan, angin pasang pun dapat meruntuhkannya seketika.
Seperti Pancali yang mendapat doa berat dari sang ayah, tetapi sempat ditutup dengan kalimat indah, dan aku menduga, mungkin itu yang membuatnya memiliki pribadi yang indah. Ya, aku masih berusaha menetapi setiap janji yang pernah kubuat. Mencoba memetik hikmah dari setiap pelajaran hidup yang telah aku dapat.
Pelajaran hidup, seni bela diri yang diajarkan istana pasir padaku. Sementara di dalam negri kertasku, hanya akan ada kejujuran yang boleh digunakan sebagai senjata, ketulusan sebagai perisainya, dan kasih sayang menjadi baju perang para panglima besar. Yaa Rabb ... semua berawal dari bismillah dan aku yakin setiap keajaiban bermula dari satu kata yang sama. Alhamdulillah.
Komentar
Posting Komentar