Di dalam Istana Pasir - Laga tanpa Naskah.

    Jalan yang akan selalu aku ingat, yang aku lalui untuk menjemput kehidupan sebenarnya yang telah disiapkan untukku. Jalan berliku dan dan penuh batu, terkadang kerikil tanjam tak hanya membuatku tersandung namun juga menembus kulit ari. Darah yang menetes tak lagi kulihat berwarna merah, bau amis yang menyebar sengaja kuganti dengan aroma melati.

    Sedang dibuat apa hidupku ini, aku sudah tak terlalu perduli lagi. Seperti panas dan hujan yang datang silih berganti bahkan terkadang sengaja dinanti, tak jarang pula datang dengan waktu yang bersamaan, dan membuat heran penduduk bumi.

    Kembali berlaku bagai zombie. Aku hanya sebilah kayu, silahkan ukir aku ... maka aku akan menjadi sebuah karya seni. Aku hanyalah lempengan logam, silahkan tempa aku ... maka aku akan menjadi sebuah mahakarya.

    Terlanjur membatu dengan semua kisah diatas panggung sandiwara besar ini, dengan kesenangan yang sedikit semakin membuat aku mengecil. Dengan kesenangan yang menipu, membuatku semakin terjebak dalam tipuan. Dengan setengah nyamuk yang digambarkan, aku terhempas jatuh kedalam jurang hanya dengan satu hentakan.

    From zerro to Hero, menjadi satu buah pengertian untukku ... itu mengapa jarak lima ratus tahun dibentangkan, antara si miskin dan yang kaya saat mereka memasuki pintu surga. Terdengar saat bersuara, bermanfaat ... diambil manfaat tak harus menunggu kita punya nama. Hanya satu kata yang dituju, menjadi modal utama ... dengan seizin-Nya, maka menjadilah kita seperti apa yang dikehendaki-Nya.

    Berkisah tentang pemeran pembantu, yang aslinya adalah pemeran utama dalam setiap kisah si pemilik cerita, karena tanpa mereka kita hanyalah pemeran tunggal tanpa warna. Dikenal tanpa harus terkenal, dikenang tanpa harus menjejakkan kaki diatas lantai para bintang dan mendapat gelar kelas dunia.

    Bertemu dengan sahabat sepuluh jari pertama kali, semakin membuatku jatuh hati pada Sang Pemilik langit dan bumi. Rasa indah itu masih berbekas hingga saat ini, dimana pertama kali aku merasa dan mampu berkata, Semesta tengah menjadi pendukung terbaikku. Satu kaki telah melangkah, maka akan ku ayunkan pula yang satunya, meski belum tahu pasti dengan cara apa aku terus maju ke medan laga. Terlanjur dibentangkan, tak mungkin mundur, tak perlu terlalu berfikir tentang hasil, karena itu sudah jadi ketentuan Sang Juru Hukum. Yang aku tahu hanyalah, apa-apa yang datang dari Tangan-Nya adalah untuk kebaikan. Mohon temani aku dalam diam-Mu.

    Beringin kecil mengajarkan aku arti perjuangan yang sebenarnya, bukan hanya tentang pengendalian diri, dan musuh tak kasat mata yang terus saja menyerang bertubi-tubi lewat urat nadi. Namun perjuangan tergambar jelas didepan mata, kita yang diberi kesempatan untuk tahu sesuatu, diberi kesempatan untuk memetik hikmah yang tersembunyi, seharusnya menjadi pendamping untuk mereka yang sama-sama sedang dalam pencarian. Iya, melebur dalam gelap tanpa harus lenyap. Bukan mengikrarkan mencari Sang Pencerah, tapi bersama-sama berjalan, saling bergandengan tangan menuju satu titik terang diujung jalan.

    Tiga hari aku menjadi zombie, memaki Pencipta-ku tanpa penyesalan, marah menyebut nama-Nya dengan lisanku, tapi jauh dilubuk hati ... aku terus memanggil lirih Nama itu. Ah, haruskah aku juga memaki baru diberi? Tadzakkarun, hanya itu aku ingin menjadi.

    Segel garansi, aku temani kau bermain ... itu janji dalam hati. Dan memainkan peranlah aku, mulai hari ini.

Komentar

Postingan Populer