Di dalam Istana Pasir - Bukan Anomali.

    Selalu saja terlambat mengerti. Seperti dawai kecapi, seperti gesekan biola yang disentuh dengan bagitu lembutnya. Iya dengan hati, juga dengan ilmunya. Karena jika hanya asal gesek hanya akan memekakkan telinga, jika asal petik hanya akan membuat jari terluka.

    Hidup dengan segala atributnya, dan aku selalu saja terlambat tahu. Seperti Nabi Khidir yang sengaja didatangkan setelah tanpa sadar N,abi Musa berkata "Akulah manusia paling pintar di dunia," kemudian diberi kesempatan untuk bertambah pintar dengan satu kata kunci hingga selesai semua pengajaran, hanya diminta untuk Diam, sampai perjalanan selesai.

    Sama, seperti aku yang tak bisa diam. Membuat semua kesempatan untuk meraih banyak ilmu baru, pergi berlalu begitu saja. Walau tahu bahwa semua yang tengah dibentangkan didepan mata adalah untuk kebaikan, hanya kebaikan. Namun tetap saja, lisan ini tak dapat menahan perannya untuk terus mengucap kata.

    Ah, apa yang berlalu ya sudahlah ... tak'kan ada pengulangan yang sama, aku pun kini sadari itu. Toh semua yang dibawa lebah hanyalah manfaat, dan akan terus bergerak mereguk sari menebar madu. Iya, akupun juga ingin bisa menyatukan hujan dengan matahari, agar aku segera dapat melihat pelangiku sendiri.

    Hidup dengan segala atribut kehidupannya. Nikmatnya menikmati sesuap nasi ketika lapar kini sangat aku rindukan, sejuknya menjumpai setetes air ketika dahaga melanda, hangatnya rasa ketika meresapi benar arti dari, akan indah bila tiba saatnya.

Komentar

Postingan Populer