Agenda bilik in polybag - Di dalam Istana Pasir

    Seperti bangunan yang disusun? Hmmm, lalu mengapa batu-batu persegi yang seharusnya bertumpuk saling menguatkan justru sibuk saling menjatuhkan? Benarkah Hidup hanyalah sebuah pengulangan? Seperti melihat dengan mata kepala sendiri, saat Jenghis Khan masihlah seorang Temüjin, menyaksikan sejarah saat akhirnya masa kejayaan Utsmani tertutup oleh upadaya Kemal Pasha.

    Dunia, Semesta, Bumi-ku? Langit biru di atas kepala, aku harus berbuat apa? Andai pribadi indah milik sang penakluk Konstatinopel kembali ditemukan, andai bisa kembali dihidupkan dalam tiap-tiap jiwa yang telah mengaku menyerah pada agama yang sama seperti yang diyakini olehnya.

    Menapaki masa, di mana akhirnya diberikan apa yang aku hayalkan selama ini. Tentang melebur dalam gelap tanpa harus lenyap, hayalan tentang sebuah keyakinan bahwa cahaya akan tetap menjadi seberkas sinar walaupun terjebak dalam pekatnya malam. Tak peduli apakah masuk ke dalam terang atau menyatu dengan kegelapan, Matahari akan selalu kembali bersinar hingga tugas yang ia emban telah selesai.

    Di dalam istana pasir aku tinggal, mencoba membangun duniaku sendiri karena tak mampu mengikuti alur yang berjalan saat ini. Walau hanya di atas selembar kertas, mengambang terbang di udara, sungguh tak mengapa. Karena kuyakin setiap insan di bumi ini tak jauh BERbeda dengan Alice yang percaya dengan dunia ajaibnya. Dapat ikut merasakan indahnya matahari terbenam, duduk bertelanjang kaki di tepi pantai, menatap awan putih bak selendang peri yang berhasil mengusir awan columbus pergi. Ah, Semesta ....

    Ah, semesta. Andai benar aku seorang putri raja dengan tongkat sakti. Memimpin negri kertas-ku dengan sebaik-baiknya seperti para pemimpin Narnia yang datang pada kunjungan kedua. Akan kutebalkan garis yang kupunya, menyusun ulang batu-batu persegi yang jatuh berserakan, dan menyusunnya kembali. Namun, kali ini dengan adukan semen di setiap tumpukannya agar lebih rapat dan berdiri lebih kuat. Tak peduli jika ada yang mencoba menghancurkannya kembali, karena kali ini ... sisa badukan semen akan tetap terlihat dari serpihan batu yang saling mengikat. 

    Mengulang pesan yang sama di setiap pagi dan di kala senja tiba. "Kita adalah satu! Berpeganglah pada tali yang ada, dan jangan pernah takut jatuh, karena dua tongkat penyangga selalu ada di dekat kita, andai kita jeli untuk memperhatikan di mana kita biasa meletakkannya.

    "Duhai para panglima. Ingatlah selalu bahwa kalian telah ditunjuk untuk menjadi pelindung rakyat jelata. Maka, jadilah penenang hati untuk mereka. Bak beringin rindang di tengah lapang, jadilah seperti mata air yang mengalir dan menjadi irigasi pada setiap rumah yang kalian lewati. Ingatlah, selalu! Tak akan pernah ada kita tanpa mereka, karena mereka sesungguhnya adalah para kaisar yang sebenarnya."

    "Duhai, rakyatku .... Jangan sampai kegelapan membuat kalian lari ketakutan. Juga pada mahkota ini, jika memang kalian temukan sebuah kesalahan. Karena ini hanya tersemat sementara, demikian juga dengan pangkat serta kedudukan yang ada. Jika kalian ingin tahu, di mana letak jabatan yang sesungguhnya, maka tunjuklah dadamu karena di sanalah derajat yang sesungguhnya, bermula. Ingat pesanku, ini ... jangan pernah takut untuk menjadi berbeda. Karena seperti yang telah kalian ketahui, tak pernah ada anggur mengisi cawanku, dan bukan pula gandum serta lembu yang selalu mengisi periuk makanku. Nasi jagung begitu nikmat, bukankah begitu? Dengan ikan laut yang sengaja diasinkan, aku sungguh berharap kita selalu berada dalam satu lingkaran ketika bersantap. Gandum dan lembu adalah untuk saat kita berpesta pora, merayakan masa, di mana panglima dan jelata menyatukan diri menjadi Kami, Aku dan Kita."

Komentar

Postingan Populer