Di dalam Istana Pasir - Namanya Qiron 2

    "Mana ... mana ... ini ya dokter yang suntik aku kemaren?" Lalu bocah kecil usia tidak lebih dari lima tahun itu menghampiri meja costumer service milik rumah sunatan, yang kebetulan dibalik meja duduk dua laki-laki yang sama sekali bukan dokter.

    "Bapak, ya? Bapak kan yang suntik aku kemaren? Sini, mana jarum suntiknya? Aku mau suntik balik bapak. Emang enak apa orang disuntik ...." Kali ini bocah kecil itu semakin mendekati dua bapak yang ia sangka dokter. Sang ayah dan kakak perempuan tertawa melihat tingkahnya, termasuk aku juga dua baby sitter yang dibawa salah satu klien, tapi dua bapak dibalik meja CS tetap bertahan memasang wajah serius tapi sebenarnya pun menahan tawa dan sengaja balik menggoda. 

    Aku berseru dalam hati, "Itu anak yang kemaren berteriak dusta pada ayah dan dokter yang menangani khitannya. Hahaa, sungguh hidup ini lebih indah dari skenario sinetron besutan sutradara manapun. Yeahh, walaupun aku tetap terpikat dengan rias mata gelap milik kapten sparrow. Hayyah ...."

    "Ade, jangan begitu ...." Sambil menuruni anak tangga, sang kakak yang juga masih bisa dibilang kecil karena usianya terlihat tak lebih dari sembilan tahun mencoba menenangkan adiknya yang terus saja menggerutu karena merasa telah didustai oleh ayahnya, disuntik dan digunting kulup burungnya.

    "Kakak sih enak, bisa bilang gitu. Orang yang disuntik bukan kakak. sini aku ambil jarum suntik terus aku suntik kakak, mau?!" Nadanya tinggi tapi tak menghilangkan keluguannya, karena saat berusaha menunjukkan marah pun ia tetap dapat menampilkan wajah ramah, adik kecil itu menyempatkan diri melempar senyum padaku, dan meneruskan aksi protesnya pada sang kakak dan ayahnya.

    Hihihi, indahnya jika kita tetap tenang disaat hati kita merasa sedang tidak baik-baik saja. Iya,,seperti bocah kecil itu. Dapat tetap tersenyum ramah walaupun ia tengah menyimpan marah, dapat langsung menyuarakan suara hatinya tanpa perlu ditambah atau dikurangi. Hemh, dimana kepolosan hati selama ini bersembuyi, saat masing-masing kita telah menjumpai masa dewasa? Apakah dengan menjadi dewasa dengan otomatis kita mengganti peran apa adanya yang kita miliki dengan kata pura-pura?

    Bocah kecil itu sungguh menghibur hatiku, rumah sunatan ini menghibur hatiku. Tak hanya membuka matahati, tapi juga kedua mata ini. Bahwa aku tengah menginjakkan kaki diatas bumi. Dimana saat bumi dipijak maka ada langit yang dijunjung tinggi.
Ah, bumi ...
Ah, langit ...
Aku telah pilih melangit dengan tetap membumi, dengan begitu semua posisi ada disama rata. Tak perlu menjunjung langit terlalu tinggi, karena letaknya memang sudah tinggi dan biarkanlah ia terbentang hingga selesai masanya. Tak merasa sedang menginjak-injak bumi, karena bumi sudah dengan baik hati merelakan dirinya jadi tempat berpijak, setulus hati mengeluarkan semua isi simpanannya untuk membantu menghidupi setiap jiwa yang menghuni.

    Sikecil pemilik lengkingan dusta selesai kontrol hari ini, tapi senyumnya akan cukup lama menghias dihati.


Komentar

Postingan Populer