Buku Harian Baxy 2020 - Bee de Contez

   3 Juni 2012                  

Entah sampai kapan diri ini mendapat peran seperti pemilik rumah laba-laba itu, yang nampak indah setiap jalinannya. Nampak begitu kokoh karena mampu menahan tubuh Jane, ketika jatuh dari puncak menara yang tinggi. Kokoh, tapi rapuh saat tertiup angin atau tersentuh kulit sang pemilik. Meratap adakah guna? Lalu aku dan pemintal benang itu adakah bedanya? Merajut benang mimpi, menjalin simpul mati di ujung pertama dan sengaja membiarkan simpul hidup di ujung satunya. Agar selalu bisa kembali terurai dengan mudah, saat dirasa ada satu langkah yang salah, maka simpul matinya akan tetap sama, titik memulai akan selalu sama.

Ah, mengapa harus rela mengisi buku harian abadi dengan kata sia-sia? Masa muda untuk apa? Masa muda sudahkah berguna? Usia ini, betapa menjalani hidup ternyata benar-benar hanya menghitung mundur hari. Menjemput jumlah usia yang kembali dimulai dengan angka satu, hingga akhirnya satu itu tak pernah lagi berbilang.

Yang semu tapi nyata, yang semu seakan selalu menoreh luka. Lalu siapa sebenarnya yang membuat luka?! Aku, atau juga si pemintal benang? Yang seumur hidupnya hanya terisi dengan ratapan penyesalan dan putus asa. Seakan tak ada secuil pun kebahagiaan yang sudi menghampiri, seakan tak ada ruang dalam diri yang bernama hati. Memilih untuk tetap bertahan hidup, tapi berlaku seperti Zombie.

Lalu untuk apa itu pelangi …?! Untuk apa embun yang datang di pagi hari, bulir-bulir air yang menari lincah dan menggantung manja di ujung daun keladi? Untuk apa katak yang riang bersahutan, ketika turun rintik hujan pertama kali? Semakin keras, bertambah ramai, saat hujan turun semakin deras. Ah, tak lama kemudian … Tumblelina pun menari.

Untuk apa kelopak teratai yang semakin indah saat merekah? Tumbuh berkoloni dengan ragam warna yang mereka miliki. Bunga matahari yang berani menghadap langsung tepat menyongsong sinar mentari dan akan terus tumbuh menjulang tinggi. Bahkan mampu menandingi pohon-pohon tanpa akar di sekitarnya.

Kisah gadis pemintal benang haruskah ada? Untuk pembelajaran atau sebuah cetak ulang? Bahwa yang memiliki kisah seperti itu pastilah pribadi yang penuh dengan penyesalan, hidup tanpa mimpi, terjebak dalam keputus-asaan. Benarkah seperti itu? Haruskah pengertiannya seperti itu? Lalu apa artinya Qodar, tolong bantu aku untuk menjelaskan.

Ah, selalu saja menjadikan Qodar sebagai kambing hitam. Tak cukupkah hanya dengan menjadikan setiap kesalahan sebagai sebuah pembelajaran? Karena itu bukan, gunanya pengulangan? Iya, untuk dapat memecah batu benar harus bergulat dulu dengan batu, mengetahui seluk beluknya. Bukan pula tentang mengandalkan kekuatan tapi juga ketepatan, karena batu tak mungkin berhasil kita pecah, walau mengerahkan segenap kekuatan yang kita punya jika hanya menghantam palu ke sembarang arah.

Linggis, Nestapa, Akumulasi? Aku menatap lekat layar monitor di hadapanku saat ini. Memainkan sejenak jemariku, mengajaknya berkenalan dan mulai bersahabat dengan papan hitam.

Hidup ini untuk apa? Pembuktian ini untuk siapa? Cita-cita, aku mengerti sekarang apa arti sebuah cita-cita.

Seperti buku harian milik seorang putri, yang sebelum keberuntungan datang menghampiri, ia hanyalah seorang gadis desa. Buku hariannya mampu mengalahkan goresan tangan seorang sutradara besar. Kesuksesan adalah hasil akumulasi dari banyaknya kegagalan dan pengulangan? Aku percaya itu benar. Menikamkan jejak, sebelum usia lepas dikandung badan. Ah, hanya ingin tersenyum jika benar saatnya tiba menutup mata dan berbaring dengan tenang di pembaringan pertama.


Komentar

Postingan Populer