Catatan Sisi Miring - Fenomena Ungu Violet
Ternyata tidak hanya Marsha, tetapi ada juga Peter CS, Esmeralda,
Chika, ah … entah berapa banyak nama lagi. Hahaa, pak suami auto wanti-wanti,
sempat mengeluarkan ultimatum menakutkan, jika aku masih terus melihat tayangan
yang akan memancing gerbang sisi miring-ku kembali terbuka. Ayayoy … jurus
merayu pun segera kukerahkan, walaupun sebenarnya aku mengerti penyebab dari
kekhawatiran suami. Benang Merah, memperhatikan dengan seksama, mereka yang
bisa menyatu dengan peran yang mereka dapat di dunia, ‘Para penghuni sisi
miring.’ Menjadi diri sendiri, menjalani peran tanpa takut dibuli atau disebut
setengah gila karena membahas sesuatu yang di luar logika.
Sempat pasang mata bundar, waktu pertama kali lihat Frislly Herlind
yang tiba-tiba berubah jadi Marsha, stunning focus juga, begitu tahu kalo Peter
CS itu ternyata nggak cuma satu. William, Hans, ah … aku belum hapal semua nama
teman-temannya. Katanya, mereka pun bisa menggunakan bentuk kasar seorang
manusia. Jiwa-jiwa yang lara, benar ruh yang belum rela menutup kisah hidupnya,
atau lagi-lagi ulah makhluk ciptaan yang dihadirkan bersamaan dengan Nabi Adam
dan ibu Hawa’ sedang menjalankan perannya. Karena aku meyakini, ketika ajal
telah menyapa seorang insan, maka terputuslah semua perkara duniawinya.
Lalu, apa kabar si Kuning, yang dulu pernah mengajakku berjabat
tangan sebagai simbol pertemanan? Kakek dengan jubbah dan tongkatnya yang unik?
Nenek bersanggul, yang tiap kali datang mengunjungiku, selalu saja memasang
wajah marah? Atau, wanita cantik yang mengenakan pakaian bak seorang ratu,
dengan kereta kencananya yang bergerak bebas di tengah lautan? Memberikan
tawaran menggiurkan, andai aku menerima uluran tangannya.
Ah, menghuni sisi miring, entah aku yang sengaja mengetuk pintu dan
masuk atau memang diberi kesempatan seperti Khurofat. Melihat langsung,
mempelajari, untuk kemudian memetik hikmah, dari arti Keimanan. Sebuah bukti,
bahwa Penguasa Semesta ini memang tidak hanya menghadirkan manusia dan hewan sebagai
penghuni bumi, karena lafadz ‘Jinna’ disebutkan disandingkan dengan ‘Insa’ dan
kedua-duanya ada dalam satu tugas yang sama, ‘Beribadah kepada Sang Pencipta.’
Jinna wal Insa. Manusia dengan kulit pembungkus tulang, dengan rupa
dan raga yang dapat dikenali. Sedang Jin, yang terkadang kehadirannya diketahui
hanya seperti semilir angin dan perubahan suasana, tak heran jika terkadang
terjadi persinggungan, entah karena ketidak-sengajaan atau justru sengaja dibuat
oleh kedua belah pihak, ketika rasa usil tengah menggelitik.
Komentar
Posting Komentar