Buku Harian Baxy 2020 - Bee de Contez
Nonton KAIS MAYA di Jtv, materi yang dikaji bener-bener pas di hati.
Jadi inget masa-masa waktu ngerasa deket banget dan dimanja Sang Pencipta. Selalu
dikasih waktu butuh, diingetin waktu salah, dikasih hadiah waktu grafik
keimanan bisa dijaga puncaknya. Tiga renungan dalam kehidupan, Baxy.
‘La salamata min kalaminnas, la rohiyata fiddunya, la najata minal
maut.’ Tidak ada yang bisa benar-benar selamat
dari ucapan orang lain, walaupun itu orang baik sekalipun. Terbukti, Nabi
Muhammad pun tak lepas dari hinaan dan tuduhan keji sepanjang masa dakwahnya.
MasyaAllah, sejuknya hati mendengar penjelasan tentang renungan pertama.
Menghitung mundur seluruh kisah hidupku, dimulai detik pertama ditumbangkan
oleh kehidupan. Kuingat pukulan pertama datang, saat aku pulang dari penjara
suci tanpa membawa keberhasilan. Pukulan kedua terpaksa kuterima, saat mulai memberanikan
diri menyampaikan mimpi dan cita-citaku. Ya, ya, ya … dhuafa’ hanya boleh punya
mimpi, tertawa sejenak untuk kemudian menangis lagi.
Pukulan ketiga telak menghantam, ketika untuk kedua kalinya
pendidikan putus di tengah jalan dan memilih pulang dari gudang mimpi sebelum
rentang waktu bisa kuselesaikan. Seperti tersedia tombol otomatis, Baxy. Setiap
mereka yang mengenalku, tahu tentang mimpi dan cita-citaku, seakan memiliki hak
untuk memberi stempel manusia gagal padaku.
Pukulan berikutnya, yang tak hanya membuat lebam di mata tapi juga
di hati, adalah saat akhirnya berhasil meyakinkan diri untuk menikah. Do'a
barokah yang kuharapkan datang merestui ternyata semu dan semua itu hanya
karena perbedaan baju. Seperti suara kentut yang sumbang, Baxy. Suaraku tak’kan
pernah terdengar walau telah berulangkali berusaha berbicara dengan suara lantang.
Andai kautahu, Baxy …. Uuntukku pribadi, agama itu seperti ruh dan organisasi
hanyalah baju. Seindah apapun pakaian, tapi tanpa ruh di badan saat
mengenakannya? Ah, akan terlihat tak ubahnya seperti mayat berjalan.
Pukulan demi pukulan kehidupan terus berdatangan, justru saat resmi
mengarungi bahtera rumah tangga. Hemh … ‘la salamata min kalaminnas.’ Bukan
hanya karena aku orang Jakarta yang tidak punya banyak harta, tapi lagi-lagi
karena agama Islam yang aku bawa dinilai berbeda.
Haruskah kisah sang Pencerah terulang satu kali lagi, Baxy? Surau
yang seharusnya menjadi tempat ibadah dan simbol kedamaian berubah menjadi
muram dan menakutkan. Tak lagi
diramaikan dengan lantunan ayat suci dan dipenuhi dengan para pencari Tuhan,
melainkan dihujani batu serta dirobohkan paksa. Seakan tak perduli lagi dengan
kitab suci yang ikut terbakar, sementara setiap lembaran yang berterbangan
adalah juga kitab suci yang sama seperti milik tangan-tangan yang menghujam.
Bermusuhan, dimusuhi, sedangkan yang bermusuhan sama-sama mengaku
Islam. Sungguh membuat hatiku pilu, Baxy. Sementara apa yang memicu
perselisihan, sesungguhnya semua jawaban sudah tertuang dalam firman Allah dan
sabda Nabi. Lalu yang kita butuhkan untuk menyikapinya, sesungguhnya hanyalah
hati yang bersih dan tenang.
Seperti Jack Sparrow yang galau dalam petualangan dengan mutiara
hitam kesayangannya saat mencari sumber mata air abadi. Ia sudah memiliki peta
dan berhasil menemukan kunci, kompas penunjuk jalan pun sudah aman dalam
genggaman, tapi sadar semua itu belum bisa membawanya sampai pada tujuan karena
kompas yang ia pegang tidak memiliki jarum penunjuk arah. Baru menyadari apa
yang dibutuhkannya, setelah akhirnya rela berbagi pada satu-satunya penumpang
wanita yang turut serta dalam petualangan.
Yeaah, kurang lebih seperti itulah aku memahami agamaku, Baxy. Karena
hakikinya manusia digambarkan seperti orang yang sedang melakukan perjalanan,
bukan? Blackpearl milik Jack Sparrow adalah sama seperti Islam yang telah aku
pilih sebagai bahtera, dan para ‘Alim Ulama adalah kompas penunjuk jalan yang
akan membawaku sampai di pulau impian. Jannati, Baxy.
Komentar
Posting Komentar