Agenda bilik in polybag - Catatan sisi Miring.

28 Mei 2014

15:30 sore

    Sendirian dirumah lor, melihat Soimah beraksi di acara bincang-bincang yang punya nama sama seperti namanya sendiri. Kebetulan hari itu tema yang diangkat adalah tentang fenomena anak-anak Indigo. Hemh, senang rasanya saat mengetahui ada seseorang bisa menerima dan memahami ... yeah, setidaknya mencoba mengerti apa yang kita rasakan atau sedang kita alami. 

    Dilema anak Indigo hampir selalu sama, stempel 'Aneh' seperti sudah berjodoh dengan mereka. Hahaa ... padahal aku termasuk pula ke dalam status aneh itu, walau aku tak tahu apa benar aku termasuk dalam koloni itu, atau hanya sekedar terjebak hayal karena tak bisa menerima kenyataan yang berjalan didepan mata. 

    Yupz, dilema hidup para penghuni sisi miring ... yang tak jarang keberadaannya dipandang dengan sebelah mata hanya karena dinilai kurang bisa bergaul dengan orang-orang disekitarnya, tapi saat diketahui bahwa salah satu kelebihan yang dimiliki para penghuni sisi miring adalah bisa menembus pandang, bahkan mampu menginjakkan kaki di dunia astral, atau menjadi pilihan alternatif dalam dunia pengobatan, baru mereka sengaja dicari. Jika sudah begitu, salah siapa saat tanpa sadar melilit diri dengan syirik samar?

    Salah satu bintang tamu yang paling kecil menyikut ibunya dengan wajah sedikit menahan marah, saat Kak Seto selesai memberi penjelasan bahwa tidak perlu dilakukan pengeksploitasan secara berlebih, ketika tahu anaknya memiliki bakat atau kelebihan itu karena pada dasarnya, mereka sama saja seperti anak-anak seusia mereka. Yupz, aku setuju ... tangkap yang tersirat jangan hanya sekedar yang tersurat atau tertangkap oleh mata.

    Waktu mendengar penjelasan tentang anak Indigo yang belum berhasil menentukan jati diri mereka hingga dewasa, maka mereka akan menjumpai dan terjebak dalam kebingungan sepanjang hidup mereka, dan itu terkadang yang membuat para Indigo dewasa memiliki kepribadian ganda. Heh ...? Seperti menemukan barang temuanku yang sudah lama hilang selesai mendengar penjelasan itu. Sedang terjebak kebingungankah aku selama ini? Berada dalam pilihan, mempertahankan keindigoanku dengan segala konsekuensinya, atau melupakan dan mematikannya sama sekali bahwa warna itu pernah ada dalam hidupku.

    Seringkali aku berceloteh tak jelas pada suamiku, bahwa aku ingin seperti Rouge. Menyerahkan diri untuk disembuhkan, hanya karena alasan yang sentimentil Ingin bisa menyentuh orang yang ia cintai dan merasakan saat kulit tangan yang ia cintai menyentuh pipinya. Hahay, aku tahu apa yang pernah ku miliki tidak seekstrim Rouge, tapi menjalani hidup dalam kebingungan memang sungguh melelahkan.

    Biarkan jadi rahasia Alloh, pesan bapak Leo Lumanto. Dan ternyata benar, apa yang seharusnya menjadi rahasia seharusnya disimpan dan dijaga dengan baik kerahasiaannya. Karena saat aku terus memaksakan diri untuk berbagi cerita tentang apa yang sebenarnya aku alami, justru membawaku pada penghukuman sosial. Bahwa aku sedang mengalami kemunduran dan terancam kembali pada jalan kekufuran karena mulai ikut terjerumus dalam kemusyrikan, tanpa terlebih dahulu memberikan aku kesempatan  untuk menjelaskan, atau sekedar merenungkan setiap pesan yang kusisipkan. 

    Well, anyway semua kisah pilu itu sudah berlalu. Penghukuman yang ku dapat ternyata menjadi salah satu penyebab tumbuhnya semak berduri dalam hati ini, dan yang seharusnya aku lakukan saat ini adalah mulai memangkasnya hingga ke akar. Pertemuan dengan Mas Yazid cukup memberi pelajaran padaku tentang arti dalil, undzur man qila wala tandur man Qola. Bahwa terlebih dahulu aku harus bisa menyelaraskan hati, fikiran dan perbuatanku, agar pesan yang ku sampaikan memiliki kekuatan untuk disimak dan terdengar.

    Masih bingungkah aku selesai membuat tulisan ini? Pilihan mana yang akan aku ambil untuk ikut mengisi kisah hidupku selanjutnya? Hemh, Allohumma alhimna rusydana wa'aidzna min sururi anfusina wa sayyiati a'malina waminazaghoti syaithoni watauhimih.

Komentar

Postingan Populer