Buku Harian Baxy 2020 - Bee de Contez

20 Mei 2014

Lihat Rossi berlaga di MotoGP Minggu malam lalu. Jantung ikut dag-dig-dug, tiap kali melihat Rossi meliuk-liuk di sirkuit balap dengan motor besarnya. Melesat cepat jauh di depan, meninggalkan lawannya di belakang.

"Aku tau apa yang hilang dari aku …!" spontan saja aku berteriak, "aku tau apa yang hilang dari diri aku, Mas." berkata pada suamiku, yang duduk di sisi kananku dengan mulut yang sedikit terbuka dan sesekali membuat backing vocal spontan ala pemandu sorak tiap kali ada pembalap lain berusaha menyalip Rossi.

"Rossi fokus banget ya, Mas? Dari tadi aku nggak liat dia nyempetin nengok ke belakang."

"Yo mesti ae dong-dong," jawab suamiku yang semakin fokus, karena matanya tak berkedip ataupun menoleh saat menjawab pertanyaan.

Apa yang hilang dariku sejak malam tanggal 30 Mei tahun 2008? Apa yang hilang, sehingga aku berani melepas semua kunci dan melepas baju kebesaran begitu badai cobaan datang menerjang?

Apa yang hilang, Baxy? Kenapa bisa tiba-tiba semua menghilang begitu saja? Sedangkan aku selalu dalam keadaan sadar dan penuh keyakinan setiap kali kubilang, ‘Aku adalah Tuan untuk diriku sendiri dan hatiku adalah Ratu yang memerintah dengan bijaksana tubuh ini.’ Lalu sebab apa, cerca dan hinaan yang ditujukan berhasil menjajah istana hatiku? Parahnya, tak hanya itu saja. Karena iri-dengki pun kini ikut tumbuh subur menjadi semak berduri dan merusak Taman gantung milikku, Baxy.

"Moncelli sudah tak ada kan ya, Mas?" aku kembali bertanya.

"Yo wes mati tah," jawabnya singkat, masih dengan tatapan lurus ke depan.

Simon Moncelli, Baxy. Walaupun aku tak terlalu suka MotoGP, tapi tiba-tiba saja jatuh hati saat artikel yang membahas dirinya rutin mejeng di UC browser. Aku sempatkan membacanya, tak bisa mengingat terlalu banyak, tapi yang sengaja kuingat adalah bagian ia diibaratkan seperti serbuk gurih penyedap bumbu tiap masuk ke dalam arena balap. Lah aku? Berlagak menjadi Lebah Madu sejak 2008 dan sengaja menambahkan status sebagai lilin Klenteng hijau bambu setelah berhasil melepas diri dari kisah Dilema patah hati yang menjemukan itu. Merasa diri seperti madu yang dihasilkan para lebah, ternyata hadirku selalu mengganggu seperti dengung yang dikeluarkannya. Hahaa, sebut itu sebagai salah satu dari sekian banyak kesombongan yang kupunya, Baxy.

Rindu Tuhan-ku kembali datang bertubi-tubi, sepertinya sudah terlalu jauh aku berlari. Simpul di kaki mulai menimbulkan rasa perih dan menjalar sampai ke hati. Belum berhasil aku memangkas semak berduri itu hingga detik ini, Baxy.  Entah apakah bisa kulihat sinar indah itu sekali lagi? Ingin rasanya bertanya pada Iyanla, jika aku punya kesempatan berhadapan langsung dengannya, bagaimana caranya ia berhasil menyatukan serpihan-serpihan itu dalam kisah hidupnya.




Komentar

Postingan Populer