Buku Harian baxy 2020 - Nama-Nya Alloh
Sudah berapa banyak titik?
Satu, Dua, Tiga … sadarkah diri titik-titik itu mulai membentuk muara?
Datang merayap seperti potongan malam yang gelap …
Membungkus diri dalam rapatnya selimut, berharap tetap memiliki
hati yang putih saat kembali terjaga dipagi hari.
Menulis takdir sendiri,
Tak perduli walau masa depan telah memiliki kerangka sejak kaki-kaki
mungil belum lagi mampu menapakkan kakinya dibumi.
Meraut pinsil, menjaga penghapus agar tidak aus walau telah sering
digunakan.
Insan kerdil dibumi yang agung,
Fitan datang ketika malam menjelang, diantara buai mimpi dan lelap
tidur malam.
Hitam diletakkan,
Dan ketika bangun, tanpa disadari yang putih telah berubah abu-abu.
“Jangan …!” aku
berteriak lantang, dan segera mendekap erat dada dengan kedua tangan, “ini hati milikku. Kumohon … tak diizinkankah aku
menjadi seperti apa yang kumau? Meminta Engkau untuk jadi dasarnya hitam, jika
memang itu takdirku. Agar yang hitam tetap terselubung rapi dalam lindungan
putih-Mu, karena yang fitan adalah juga sudah ada atas kehendak-Mu. Lalu daya
apa yang dimiliki hamba ini, mohon jawab aku. Akan ada itu masa, iya aku pun percaya
itu. Hanya boneka, insan kerdil dihadapan Pencipta jagad raya. Di atas bumi
yang sama, banyaknya boneka kayu dalam kendali Satu Tangan yang sama. Ini hati
tengah dititipkan padaku, jadi izinkan aku untuk menjaganya seperti asalnya, ketika
diberikan.”
Dipelataran Baitul Makmur, 13 Maret 2013, ba'da subuh.
Rintik hujan kembali turun,
tapi kali ini tak mengulang gerai yang pernah ia buat sebelumnya. Tiga hari
lagi berada didalam rumah yang mengenalkan aku pertama kali pada Tuhan, baxy.
Di antara orang-orang yang menjadi perantara aku mengerti apa itu agama.
Serpihan terakhir dari teka-teki hidup pun kini telah aku miliki. Lalu nikmat
Alloh yang mana lagi, yang masih saja membuatku berani mendustakan keberadaan-Nya?
Mengingkari Kebesaran-Nya dan selalu saja berhasil menjauhkan rasa Syukur dari
hatiku.
Sehelai bulu yang jatuh ditelapak tangan saat aku berdo'a, didalam Baitul
Makmur yang masih berupa bangunan setengah jadi. Bunga sepatu pemberian seorang
bapak dengan baju lusuh berhias robekan tak beraturan, seperti sengaja menyebut
nama Alloh, saat menyerahkan kuntum bunga ditangannya padaku. Ah, andai aku
memiliki keberanian untuk mengembalikan pertanyaan itu kepada-Nya, baxy. Maka
yang akan ku tanyakan hanyalah, "Maka dengan nikmat-Mu yang mana, Alloh
… yang terus saja aku coba dustakan?"
Aku hanya seorang aku, baxy. Yang dengan semua kebodohanku terus
saja memaksakan diri untuk bisa memahami setiap firman-Nya. Aku hanyalah
seorang aku, dengan banyaknya kekurangan diri, namun tetap saja menuntut
Pencipta-ku untuk juga menyambut dan membalas cinta yang kupunya.
Komentar
Posting Komentar