Entah Sajak atau Puisi - Bangunkan para Pekerja Cahaya 2
Banyak orang berebut peran
menjadi manusia setengah dewa kini banyak didamba.
Merasa paling benar
merasa paling pintar.
Seperti upil diujung jari
saling sentil
jatuh kemana
tak ada yang ambil perduli.
Berkacak pinggang
memelintir kumis dengan tongkat ditangan.
Netijen maha benar?
Lalu dimana keberadaan Yang Maha Bijaksana?
Konon katanya
sekarang banyak dalang berebut wayang.
Siapa dalang?
Yang mana wayang?
Seperti boneka tali dalam pentas kardus.
Seperti Pinokio atau Pinokoi.
Apa yang panjang?
Hidung atau Tangan?
Ada ibu peri yang tetap tersenyum mendampingi.
Mengetukkan tongkat
bukan memukul
dengan kasih sayang
saat hidung Pinokio sudah semakin panjang.
Lalu tangan Pinokoi?
Tangan kita?
Jari-jemari ini ...
Apakah luput dari salah?
Netijen maha benar?
Seakan bumi netijen hanya terisi sekumpulan kampret dan komunitas kecebong.
Terbiasa mencaci
piawai menudingkan jari.
Lalu dimana kumpulan lebahmadu?
Kupu-kupu
para jangkrik ...
Burung kutilang yang bersenandung riang.
Dalang berebut wayang ...
Wayang-wayang tanpa dalang?
Seperti boneka kayu dengan sebentuk hati
seperti kita Manusia.
Wayang dengan Dalang tak kasat mata.
Rugikah saat membalas cela dengan do'a?
Saling menguatkan
merapatkan barisan.
Mengulang Sumpah Pemuda adalah Satu.
Entah Dalang atau Wayang
entah Kampret atau Kecebong
entah Pinokio atau Pinokoi.
Entah terluka atau benar darah tertahan pelepah pisang,
Toh kita tetap berpijak pada satu Nusa, satu Bangsa, dengan bahasa pemersatu yang sama.
Netijen maha benar?
Maka, mari mulai bergerak menjadi para pekerja cahaya.
Untuk Kampret,
Untuk Kecebong,
Untuk Dalang,
Untuk Wayang,
Komentar
Posting Komentar