Catatan Sisi Miring - Mbak Cantik kamar 26

     "Terus aja! Mau lari kemana kamu?!" Tiba-tiba saja wanita muda mengenakan kaos putih dan celana pangsi hitam berdiri dengan satu tangan berkacak pinggang, sedang satu tangan lainnya ia sembunyikan dibalik punggungnya. Memasang wajah penuh amarah, rambutnya terlihat seperti dikuncir kuda. Aku diam sejenak, sengaja memperhatikan ... karena seingatku santriwati penghuni gedung tiga tak ada yang berusia melebihi dua puluh lima tahun. Wajah yang sedang menatap marah padaku pun baru pertama kali ini aku jumpai.

    "Bikin malu aja! Sini kamu, kamu lari juga percuma. Mau sembunyi dimana pasti ketemu." Dan aku spontan berusaha menghindar. Berusaha lari secepat mungkin, dan berharap menemukan tempat persembunyian yang aman, begitu wanita muda dihadapanku akhirnya menunjukkan salah satu lengan yang sedari awal ia sembunyikan. Telapak tangan kanannya menggenggam kayu rotan seperti milik kera sakti, yang siap diayunkannya dan bisa dipastikan telak mengenai sasaran jika aku tak segera menghindar.

    Aku berlari, terus bergerak tanpa memperdulikan arah mana yang sedang kutuju. Percuma, karena aku merasa tengah berada di dalam lorong panjang yang gelap. Tak berani menoleh ke belakang, karena menurut perasaanku pemilik kayu rotan itu masih terus mengejarku. Terus berlari walau kedua kaki mulai terasa letih, mulai tersengal saat mengatur nafas, namun aku benar-benar tak berani menghentikan langkahku. Aku tak mengerti, tapi aku benar-benar merasa ketakutan.

    Lorong panjang yang gelap tiba-tiba saja terlihat remang-remang, jalanan yang semula datar terlihat seperti memiliki anak tangga. Aku tak perduli, terus kuayunkan langkah kakiku. Kemana pun aku akan dibawa, asalkan bisa terbebas dari mbak-mbak cantik tapi galak itu. Nuansa remang-remang perlahan terlihat semakin jelas, ternyata aku berada diaula lantai tiga-tempat yang biasa digunakan para santriwati yang masih ada dikelas penampungan, iya ... setelah hampir setengah tahun berlalu tinggal di dalam penjara suci, aku masih bertahan menghuni kelas penampungan.

    "Apa gara-gara aku nggak naek-naek kelas, ya? Tapi siapa juga dia, seenaknya mau mukulin aku. Kenal juga enggak ...," aku menggerutu dalam hati. Berhenti berlari dan sengaja memperhatikan aula tempat aku biasa menimba ilmu agama setiap harinya. Terlihat ada yang sedikit berbeda, karena ruang-ruang yang biasa digunakan untuk kelas-kelasan seperti tak berdinding dan berpintu, yang terlihat sama hanya pilar-pilarnya saja. Semakin lama memperhatikan, penglihatanku seperti berkunang-kunang. Banyak titik-titik hitam yang tiba-tiba muncul di depan mata, semakin lama semakin besar dan terlihat bentuknya. Tak hanya satu, entah mungkin jumlahnya lebih dari seribu, yang jelas aku tak lagi sendirian.

    Berusaha memutar otak, langkah apa yang harus kuambil selanjutnya, karena kali ini aku merasa  benar-benar telah terjebak. Dibelakangku ada orang tak dikenal yang sedang mengancam akan memukulku dengan kayu rotan, sedangkan ditempat aku berdiri aku tengah dikepung oleh kalajengking yang terus tumbuh besar, bahkan sampai melebihi ukuran gajah dewasa. Semakin lama semakin mendekat, dengan racun berwarna hijau diujung sengat mereka yang seperti mendapat komando untuk bersama-sama menyerangku.

    Mimpi yang aneh, hari-hari yang aneh, yang kujalani semenjak menjadi astri ivory. Aku tahu, aku hanya sedang bermimpi, karena aku ingat setelah selesai sholat jum'at sengaja membuat janji dengan sahabatku untuk tidur siang dilorong depan kamar.

Komentar

Postingan Populer