Ini Aku - Permata yang berdebu 3

    "Entah kau pilih A atau B, maka kedua-duanya adalah benar. Jika kau yakin kau mampu, maka kau akan bisa. Dan jika kau fikir kau tidak mampu, maka selamanya kau tak’kan pernah tergerak untuk mencoba." 
    Dan aku terbakar provokasi itu. Membakar emosi, terus menyemangati diri, walau banyak yang berusaha mengingatkan bahwa hajatku tak’kan mungkin tercapai. Cita-citaku haruslah diukur antara kemauan dan kemampuan. Garis tegas terbilang, tak cukup hanya dengan niat. Butuh dana untuk berjuang. Tak cukup hanya dengan niat baik, butuh juga kesabaran serta keberanian. Sedangkan kamu, kesabaran telah hilang darimu dan kau tak lebih dari seorang pengecut yang telah kehilangan nyali!
    Untuk kesekian kalinya kutepis bisikan-bisikan itu. Karena kuyakin, suara hatiku tak’kan pernah meragukan kemampuan ataupun mempertanyakan keputusanku. Hatiku tak akan mungkin mengkudeta raganya sendiri, walau ia tahu angan yang ku simpan tak sejalan dengan kenyataan yang ada di depan mata. Aku yakin hatiku akan selalu menjadi pendukung terbaik, yang akan tetap setia menemani di saat banyak yang memutuskan untuk pergi dan sengaja meninggalkan aku seorang diri. Ia hanya akan mengucap satu kalimat bijaksana yang indah, yang hanya dimiliki dan diberikan oleh seorang sahabat sejati, bahkan setelah jatuh berulangkali ke dalam lubang yang sama, ia hanya akan mengucap satu kalimat amarah yang tetap terdengar indah, “Aku selalu ada untukmu.” Sungguh aku mengenali hatiku dengan cara seperti itu. Dengan itu, ku teruskan perjalananku.
    Ego sekali lagi, bertumpu pada bumi dan inginnya segera melakukan lompatan setinggi-tingginya menuju alam utopi. Mengumpulkan setiap remahan kue ajaib yang akan membantuku tumbuh besar dan mengecil setiap kali ku butuhkan. Tak mau aku mendengar setiap kemungkinan yang digambarkan-yang bisa menjadi penyebab padamnya niat dan kalahnya keyakinanku. Karena aku belajar mengenali Tuhan-ku lewat negeri dongeng. Aku percaya akan kekuatan do’a dan Tuhan-ku pun dapat turun ke langit dunia lewat kisah Santa. 
    Maafkan aku, namun saat ku terima sejarah maka ia memang telah aku rupakan dalam bentuk jas merah. Ku kenakan walau mungkin memang tak kasat mata. Walau aku tak benar-benar pandai menjahit dan membuat gambar bajuku menjadi nyata, namun aku tetap memperhatikan dan berusaha memahami bagaimana cara para penjahit bekerja. Membuat gambar, memilih bahan, menggunting pola, menyiapkan jarum dan benang aneka warna. Renda, kancing mutiara dan segala pernak-pernik yang akan membuat baju yang tergambar terlihat indah saat menjadi nyata.
    Berapa lama jarak waktu yang terbentang, saat pertama kali nabi Adam diturunkan ke bumi dengan hari dimana aku mulai belajar berani untuk mencurahkan isi hatiku ini? Jarak waktu yang terbentang antara wafatnya Utusan terakhir dengan masa Fitan? Jarak waktu yang telah dihabiskan untuk mengamini masa-masa kelam yang telah dinubuatkan? Jarak waktu yang dibutuhkan, untuk akhirnya sampai dan menjemput salah satu kemenangan yang telah dijanjikan?

Komentar

Postingan Populer