Ini Aku - Rantai Andromeda 7
Hidup
dengan segala macam warna yang ada. Growing Pain, pertumbuhan yang menyakitkan
jika ilmu yang dimiliki tidak seimbang dengan jumlah usia yang ada. Terkadang,
begitu banyak jendela tinggi dan besar yang sengaja dibuat dan dimiliki hanya
untuk satu orang saja, namun hanya ada satu jendela kayu mungil yang terpaksa
berbagi pakai untuk banyak kepala agar dapat ikut
melihat pemandangan di luar jendela atau sekedar mencari udara segar.
Bolehkah ku bilang, bahwa aku termasuk salah satu penghuni dibalik satu jendela kayu kecil itu? Bukan bermaksud mengeluh, atau merasa terhimpit keadaan, namun hanya berusaha menghirup udara segar sebanyak-banyaknya saat tiba giliranku membuka jendela. Menangkap gambar sebanyak-banyaknya begitu
jendela kayu terbuka. Fokus, memperhatikan setiap pemandangan yang ada, sebanyak-banyaknya sebelum selesai
batas waktu yang ku punya.
Begitu banyak warna, begitu banyak ruang bebas diluar sana. Angin, aroma, seakan ikut tertangkap oleh mata saat mereka bergerak bebas
diudara. Harumnya seledri dan daun tomat yang merebak, setiap kali batang tubuh
mereka bergoyang sebab sentuhan tangan para petani, atau terkena angin kecil yang
menghampiri. Tanah kering yang mulai basah setelah rintik hujan turun, bias warna indah saat mentari muncul
dipagi hari, dan mengulas warna indah sekali lagi kala senja tiba. Membungkus semua nuansa indah itu, untuk kubagikan saat tak lagi berdiri dihadapan jendela kayu.
Saat kembali memunggungi jendela, memandangi banyak wajah yang berdiri dihadapanku yang juga sedang menanti giliran mereka tiba. Sedikit memaki pada dinding kayu
yang sebenarnya tak bersalah, karena barisan tegak lurusnya telah mengurung
rapat kami. "Masa-masa suram, fitur-fitur yang terkubur." Marry Riana bilang.
Terkubur
atau dikubur secara paksa? Kami, dengan hanya satu jendela dan melihat
hanya satu arah. Mereka yang tak sekedar memiliki banyak jendela, namun juga sengaja
mengukir begitu banyak anak pintu. Keluar dan masuk dari segala arah yang
mereka mau, memandang sekitar dari segala penjuru.
Seperti
Sun, dengan rantai Androme yang melilit dikedua tangan dan bahunya. Cinta
damai namun terpaksa untuk tetap mengayunkan rantai yang ia punya, entah sekedar untuk
membela diri atau ikut serta menegakkan keadilan dan menguatkan kebenaran. Tak
hanya saat dimedan laga, terkadang juga saat sengaja mencari tenang ditengah
hutan.
Rantai Andromeda mengayun, meliuk bak ular cobra terkena sihir peniup
seruling. Menjadi senjata sekaligus tameng untuk tuannya. Sekali saja dilepas
dari tangan, maka ujung rantai mampu untuk turut membawa satu nyawa
ketika ia ditarik kembali dalam genggaman. Tapi Sun cinta damai, ia benci
kekerasan, apalagi sampai menimbulkan peperangan. Sun menerima rantai andromeda
menjadi amanatnya, dan tergabung dalam barisan Saint bersama Seiya dan
Hyuga.
Hahahaa, sungguh aku memang sedikit terobsesi dengan
tayangan-tayangan yang pernah kulihat baik dilayar lebar atau televisi.
Bahkan artikel tentang gadis usia sembilan tahun yang dihamili oleh ayah
kandungnya sendiri yang kubaca saat tahun pertama aku duduk dibangku sekolah
dasar, masih bisa kuingat sampai hari ini.
Bintang keberuntungan Candy-candy
yang selalu bersinar terang, dengan senandung dan celotehnya yang riang. Usagi
Tsukino dengan obsesinya pada pangeran berpoteng dengan setangkai mawar yang selalu menolongnya.
Doraemon dengan kantong ajaib dan laci mesin waktunya. Putri-putri Halliwel,
abah dan emak dalam keluarga Cemara. Su Hok Gie dan Chairil Anwar dengan idealisme
mereka. Sampai akhirnya aku diberi kesempatan untuk mengenal kisah dua puluh
lima nabi dan rosul lebih dari sekedar qila wa qola. Mengenal langsung rasa
pahit dan getir yang dirasakan oleh K.H Ahmad Dahlan yang ku kenal lewat film
Sang Pencerah. Tidak hanya sekedar berempati, tapi ikut merasakan langsung
sakitnya hati saat yang menjadi lawan dan memusuhi adalah yang seharusnya
mendapat sebutan saudara dan berasal dari satu tubuh yang sama. Remuknya hati,
saat menyaksikan surau yang dirubuhkan paksa. Menatap Kitab-kitab yang seharusnya
menjadi satu dasar hukum yang sama, diinjak-injak dan dibumi-hanguskan, hanya
karena merasa ada sedikit selisih faham dalam menafsirkan makna yang tersurat
dan menangkap yang tersirat.
Komentar
Posting Komentar