Ini Aku - Rantai Andromeda 8

Hukum sebab dan akibat, sedangkan yang dapat aku lihat hanyalah rangkaian akibat, dari sebab yang ku peroleh dari, katanya dan katanya. Menelan hukum bulat-bulat, tanpa terlebih dulu berusaha mencerna, mengolah data yang ada atau sekedar mengubahnya menjadi serbuk halus dan memperkecil bulatan-bulatan yang telah tersedia agar tak membuatku tersedak saat akan menelannya. Seperti gambaran dunia yang ku lihat diluar jendela kayu, tetap tak ada satu pun yang bisa menerima dan mau percaya saat ku ceritakan. 
Mereka yang mengenakan kemeja putih dan dasi kupu-kupu, sengaja menjentikkan kisah yang ku punya diujung jari paling kecilnya. Sedangkan mereka yang berbaju usang dan alas kaki bertali rumput jepang, berusaha meraih tanganku dan merekatkannya pada mulutku dengan sisa tali yang mereka miliki. Mengajakku agar duduk kembali, sebagian mengusap punggung, sebagian mengelus kepala, satu orang dipasrahkan untuk berbisik halus ditelinga seraya berkata, “Ingat, dibagian bumi mana kini kamu sedang berpijak.”
Aku diminta untuk mengingat dari kasta mana aku berasal. Aku diminta mengingat kelayakan derajat saat mencoba ikut bersuara. Diminta untuk sesering mungkin berkaca, agar tak semakin lupa diri-agar aku lebih tahu diri. Untuk jatah dapat melihat keluar melalui jendela kayu, seharusnya itu sudah lebih dari cukup bagi orang-orang seperti aku. Kaum minoritas, kaum kusam, bani balung kere yang tetap akan menjadi pijakan walau telah berusaha keras banting tulang membalik keadaan. Karena telah menjadi catatan cetak tebal hitam, bahwa silsilah adalah untuk selamanya dan mencoba untuk merubahnya, itu sama saja dengan menantang badai, tindakan bodoh karena berusaha menerjang ombak.
Seperti mata rantai yang saling mengikat erat, seperti kotak pandora yang tetap tak dapat tersentuh apalagi berusaha untuk membukanya walau ia  telah ada persis di depan mata. Alur yang sering kusebut 'seperti biasanya' apakah itu berarti tanpa sadar aku telah merendahkan Maha Karya-Nya? Kisah yang berjalan di atas muka bumi ini, tengah memberi pupuk penyuburkah aku, pada bibit kesombongan yang sempat tertanam didalam diriku? 
Menangis sambil tertawa, terus saja tertawa saat melihat tangis sampai mengeluarkan airmata. Dimana jumawaku bersembunyi saat ini, yang dulu berani ku ucapkan dengan suara lantang, “Jika ini adalah sebuah ujian karena kecintaan, maka semua akan terasa ringan.”

Komentar

Postingan Populer