Ini Aku - Rantai Andorema 5
Dulu,
waktu zaman Cinta Fitri. Sinetron Tersanjung yang sampai diabadikan menjadi
nama salah satu kerupuk. Di setiap kisah yang tokoh utamanya seorang wanita yang selalu
saja menangis dan terlihat begitu menderita, tapi tetap memilih berdiri dan
bertahan ditempat ia mendapat luka. Bodoh, kubilang. Tiap kali aktris mulai mengeluarkan airmata dalam keheningan malam. Hidup itu pilihan!
Kenapa harus bertahan dengan sesuatu yang tidak bisa membuatmu bahagia?! Untuk
apa berjuang dan rela berkorban untuk seseorang yang bahkan tidak mengharapkan
kehadiranmu?! Pergi dari sana, dan selesailah semua masalah.
Demikiankah
kenyataannya? Semudah itu? Ziip, seperti menjentikkan jari dan
membalik telapak tangan. Tinggalkan pergi dan semua akan selesai. Begitu berganti
arah, maka akan bergantilah pula alurnya kisah. Jika ku ajukan satu pertanyaan
saja, maka akankah aku disalahkan oleh para pemberi motivasi yang kemungkinan ikut membaca curahan hatiku ini? Akankah ada jaminan, kisah yang baru akan
sepenuhnya terisi dengan kebahagiaan? Karena pada jalan sebelumnya masih
banyak kisah yang belum terselesaikan. Belum cukup waktu untuk melatih hati,
bahwa airmata yang menetes bukan hanya karena kita sedang bersedih. Dan tawa
yang ada bukan jaminan hati sedang bergembira.
Ah, tentang si pecundang yang terbuang dan sengaja disingkirkan. Tentang punguk
yang merindukan bulan. Tentang cita-cita menggapai bintang seorang bocah yang
bahkan tak memiliki alas kaki. Tentang semua itu, dengan begitu
banyaknya kisah indah para pejuang mimpi sejati. Yang berhasil membuat kata
ZERO berubah menjadi HERO. Yupz, pahlawan untuk kehidupan mereka sendiri dan
menjadi inspirasi untuk mereka yang memiliki kesamaan kisah.
Selalu
terpesona dengan kisah mereka yang berhasil mencapai puncak kehidupannya hanya
bermodal mimpi, sedikit omong besar,
dibungkus keyakinan kuat dan semangat untuk bertahan dari setiap
cercaan. Chris Gardner dengan koin satu sen ditangannya, Oprah Winfrey dengan
tumpukan buku-bukunya, Laskar Pelangi dengan satu batang pohon besar yang
menopang dinding anyaman bambu, tempat mereka menimba ilmu. Ammar bin Yasir
dengan Dua Pendukung terbaik yang ia miliki. Aku ...? Kini aku sadar apa yang
menjadi kesalahan terbesarku.
Selalu
bilang, ingin menjadi seperti sohabat yang satu itu. Karena keimanannya telah
terbukti, karena keamanannya telah mendapat jaminan dari Yang Maha Memberi
Selamat. Walau hidup dalam kekurangan, namun selalu berhasil menemukan jalan
untuk bersyukur dan merasakan nikmat. Walau mendapat celaan dan tuduhan
menjilat hanya karena senandung semangat yang ia dendangkan, namun tak melunturkan kecintaannya pada saudara dalam satu iman.
Iya, Robb ... saat yang
menjadi penolong adalah sang Maha Penguasa alam semesta, lalu siapa di atas
muka bumi ini yang sanggup untuk mengganggu ketenangan dan keamanan dalam
hidupnya? Disitulah letak kesalahanku, setelah sekian banyak bukti
telah aku dapat, aku justru menjadi bingung tak karuan. Terus meyakinkan diri, bahwa walau tanpa kanjeng Nabi, tapi toh tetap ada Satu Nama yang berdiri tegak, Nama yang sama ... yang disebutkan sejak
awal kisah nabi Adam turun ke bumi mulai dikisahkan, dan akan tetap disebutkan sampai tiba akhir zaman.
Nama itulah yang aku tuju selama ini. Aku rayu
agar merasa iba padaku, menjatuhkan rohmat-Nya dan meliputiku dengan kasih
sayang sebanyak yang Ia miliki. Aku meminta langsung pada Dzat yang paling nyata di dunia ini
untuk menjadi Pendukung terbaikku. Menjadi Pendengar terbaik, dan selalu menyiapkan kata maaf untuk setiap khilaf dan kebodohan yang ku buat.
Aku
dapat semua yang aku minta, tapi aku buang saat itu juga. Ujung bibir nyinyir,
mata-mata yang sengaja dibuat menjuling saat mengetahui kedatanganku. Suara-suara
sumbang yang dihasilkan pedang-pedang tajam tanpa tulang. Sayangnya,
semua itu berhasil membuat hidupku terasa tak nyaman. Berhasil mengusir
pergi ketenangan yang ku rasakan selama ini, dan tanpa sadar ikut
mengusir-Mu agar pergi menjauh dari kehidupanku. Ah, andai sampai Tuhan-ku benar menjadi musuhku, lalu siapa lagi yang bisa menjadi penolongku dibumi-Nya ini?
Alur
yang seperti biasanya semakin sulit untuk membuatku sekedar berpura-pura.
Menjadi manis di depan, dan membebaskan diri untuk mengumpat memuntahkan semua luka saat dibelakang.
Tidakkah itu akan membawaku pada karakter baru? Munafiq wannabe,....
Komentar
Posting Komentar