Ini Aku - Rantai Andromeda 6
Apakah harus seperti itu? Dijatuhkan dulu baru diangkat tinggi. Haruskah terlebih dulu membuat luka sekedar untuk mengenalkan rasa sesal dan memahami arti kata maaf. Haruskah mimpi siapapa terlebih dahulu dihina sebelum membuatnya menjadi nyata? Berjalan seorang diri, sedangkan begitu banyak pasang
mata yang sengaja memperhatikan.
Haruskah seperti itu alur kisah pejuang yang
tangguh? Menelan sendiri pahit dan getir, menahan perihnya luka dan tetes
airmata. Menikmati sendiri rintik hujan yang turun ditanah lapang yang gersang. Seperti riak lautan yang
sengaja menyapu lantai, suara sumbang seketika berubah menjadi riuh sorak
bergembira, bola-bola mata kembali pada posisinya semula, seakan sengaja menambahkan efek cahaya. Pedang tajam
tak bertulang kembali disarungkan, menyanjung, memuji, mengagumi, membesarkan hati, saat mengetahui yang selama ini dihina telah merubah diri menjadi
pejuang yang tangguh.
Yang
seperti itu, apakah dibenarkan? Sengaja mengabaikan, tak jarang menghina dan menjatuhkan mimpi yang dimiliki dengan alasan untuk
menguji, melatih mental sang pejuang agar menjadi sekuat baja. Yang
seperti itu, apakah terbebas dari tuduhan tak berempati? Aah, tak membutuhkan jawaban, karena aku pun pernah melakukan hal itu pada adikku sendiri.
Dengan alasan yang sama, seperti apa yang tengah aku alami saat ini. Berharap adikku pun
memiliki mental sekuat baja, dan tetap berdiri tegak walau tak ada bahu-bahu lapang yang dapat membantunya untuk sekedar bersandar. Harus selalu berusaha untuk bisa kembali berdiri, saat angin
kehidupan datang menerpa terlalu kencang dan tak ada satu pun kawan yang
tergerak untuk mengulurkan tangan.
Dosa, salah, khilaf. Walau terlambat untuk mengenal dan ikut menikmati indahnya rona
dunia, tak perduli jauh tertinggal dibelakang, tak perduli jika kebanyakan orang telah berhasil menggapai bintang, atau bahkan mengelilingi bulan. Sedangkan aku baru saja mulai untuk berlatih menggerakkan kembali kedua kaki ini. Berserah
diri sepenuhnya pada Sang Pemberi hidup, kepada Sang Penolong, yang
selalu menjaga bahkan diam-diam menyiapkan bala bantuan.
Rasa Syukur tak pernah terputus, untuk setiap perantara yang telah membantu meracik serbuk ajaib semesta. Tergerak, bergerak, saling bahu-membahu, menyelaraskan diri saat hati mereka tersentuh oleh kekuasaan-Nya.
Komentar
Posting Komentar