Buku Harian Baxy 2020 - Menuju Payek
15 Februari 2011
Socrates bilang, ‘Satu-satunya yang Pasti adalah ketidakpastian itu
sendiri,’ dan sepertinya aku termasuk orang yang senang mewujudkan ‘ketidakpastian’
itu, Baxy.
“Cari yang pasti-pasti aja!” Jawaban yang sama, yang aku dapat dari
beberapa orang yang sengaja aku jadikan tempat bertukar cerita tentang hajatku
ingin menyempurnakan Agama.
Dasar aku yang mungkin memang keras kepala karena di saat yang
bersamaan, aku pun segera memberikan pembelaan diri, "Semua kenyataan yang
ada di hadapan kita sekarang, itu juga berawal dari sebuah keinginan toh?
Berawal dari sebuah mimpi dan keyakinan? Kalo orang lain boleh mewujudkan mimpi
dan keyakinan yang mereka punya, terus kenapa aku enggak?"
Biladzi hiya ahsan, Baxy. Selalu kalimat sakti itu yang kugunakan
untuk membuatku kembali tenang dan kisah pun dimulai. Walaupun
iri setengah mati dengan NN, karena kisah cinta yang dia dapat sesuai dengan
apa yang sama-sama kami impikan selama ini. Datang dengan satu tujuan, ingin
sempurna agama. Ah, sudahlah … apa-apa yang disediakan Sang Pencipta memang
selalu jauh lebih indah dan aku selalu saja manja di hadapan Pencipta-ku.
“Ini hidupku Yang Mulia, satu yang aku tahu adalah … aku meminta
pada yang Maha Memberi, maka kuyakin akan diberi. Tak perduli sesuai pesanan
atau tidak, intinya adalah aku telah diberi, begitukan? Sebut aku tambeng, tapi
keras kepalaku ini beralasan, jika manusia lahir dengan diiringi Wahnun dalam
hatinya, maka aku harus belajar menerima kata cukup. Seperti Aristotle yang tak
mengerti apa itu cinta, Allah … sekarang sedang ada bunga indah yang tumbuh
tanpa bantuan musim di hatiku. Iya, keyakinan pada satu nama walau tanpa nama
belakang. Hidup damai direlung hati yang paling dalam.” Biasa, Baxy …
selalu hanya bisa berbincang dalam hati.
[Berjuang untuk cinta yang kamu punya, aku penasaran di mana cintamu
akan berlabuh. Pada teman kecilmu itukah, atau seseorang yang baru kamu kenal?
Hidup terlalu singkat untuk dijalani dengan orang yang bukan pilihan hati, jangan
seperti aku yang aslinya haus akan arti cinta dan hidup dalam penyesalan
sekarang.] Pesan dari seorang kawan lama yang berbaik hati menyemangatiku.
Hemh, dunia memang terlalu singkat jika selalu di isi dengan
meratap, karena masih akan ada ratapan yang lebih panjang daripada yang tengah
kuratapi sekarang. Ah, beberapa hari yang lalu aku biru, tapi hari ini aku
secerah Mentari.
Tuan Tanpa Nama dengar aku, pagi ini kusebut namamu. Berhentilah
ragu dan mari mulai berjalan bersama. Iya, ternyata sepenggal nama itu punya
nama belakang.
Komentar
Posting Komentar