Buku Harian Baxy 2020 - Menuju Payek

      11 Maret 2011.

Tak ada kekasih yang lebih hakiki dibanding Sang Ilahi Robbi. Bukan karena rupa, bukan karena tahta, bukan pula karena seperangkat atribut yang bisa membuat pilihan hati dikatakan pasangan sempurna, tapi hanya karena sama-sama hanya seorang hamba. 2 raga, 2 hati, 1 jiwa.

Iya, sebentuk hati yang aku tuju, walaupun tak tahu pasti seperti apa hatinya saat ini. Benarkah seperti alif, atau bergelombang seperti harokat penanda mad jaiz? Karena yang aku tuju hanya bentuk dasarnya hati. Pada Ilahi Robbi aku meminta, walau Ia telah mengutus sang Nabi sebagai wakil lisannya, ‘Cari yang seperti ini, sebagai pendamping hidup. Karena laki-laki yang akan jadi Imam.’

Aku sadar tak sedahsyat ibu Khodijah, tak seanggun ibu Aisyah, tak sesholihah ibu Maryam atau sesabar ibu Sarah. Namun, pribadi mereka aku simpan rapat dalam hati dan kelak berharap dapat kujadikan hujah. Para wanita perkasa, gantinya cambuk Muti'ah. Hanya berusaha memenuhi arti tulang rusuk sebenarnya. Apa itu cinta? Sudah berulang kali aku tanya dan sesungguhnya pula tak butuh jawaban. Karena hidupku di atas bumi ini pun, kubilang adalah bentuk dari arti cinta itu sendiri.

Dua ratus tahun, buah khuldi, musuh abadi. Luka pertama yang dibuat oleh satu sosok yang disebut Wanita. Jaring, Anak panah, disebut racun, lalu salah kami apa? Lagi-lagi hanya memenuhi peran, hanya itu yang bisa kujadikan jawaban. Sandingkan yang baik dengan yang baik, berikan yang kurang baik kesempatan untuk menjadi lebih baik. Apakah jalan akan diambil, atau dibiarkan terbentang sia-sia? Ya Mudabbir-dabbir, Ya Muyasiir-yasiir, semoga Ia senantiasa memudahkan segala kesulitan setiap hamba-Nya yang memiliki niat terjaga dan menyempurnakan agama.

Illahi Robbi … seperti yang ada tapi tersembunyi, yang hanya bisa dilihat jika kita meyakini. Seperti memandang bola salju dalam gelas kaca, apakah guna jika aku kembali menitikkan airmata? Sedangkan bunga warna-warni yang dijanjikan terus berdatangan. Cukuplah temani aku duduk manis di tengah lapang, di bawah pohon rindang. Tak apa jika mendung terlihat semakin menggantung, karena setelah hujan biasanya datang pelangi. Tulang rusuk ini hanya ingin sempurna, itu saja. Tak mengapa jika ada satu luka di awal kisah, semoga bisa kuobati, membuatnya semakin indah dan harum di sepanjang sisa perjalanan kami.

Komentar

Postingan Populer