Buku Harian Baxy 2020 - Menuju Payek

22 Mei 2014

"Karena aku bukan Arjuna, aku baik hati seperti Yudhistira dan bodoh seperti Bima," setengah tertawa menjawab pertanyaan yang diajukan suamiku, "enggak, enggak Mas. Karena yang aku liat itu dasarnya manusia. Pan udah sering aku bilang, tiap anak yang dilahirin itu ibarat selembar kertas yang putih bersih. Kenapa aku berani maju? Karena aku yakin sama Sampean, kita belajar melangit sama-sama, Mas. Apa yang lagi kita alamin sekarang, anggep aja itu cara Allah ngajarin kita untuk tetap membumi, kalo-kalo suatu hari nanti Sampean beneran di Qodar jadi kaisar bunga, eaa …. Hayu' ah, sholat."

Sebuah kesalahan bagi yang mengaku menjadi pengikut Nabi Muhammad, jika hanya sibuk mencari kepahaman agama hanya untuk dirinya sendiri. Seperti sengaja menebar benih kesombongan dalam diri, jika berani merasa diri sudah yang paling benar. Sengaja memandang sebelah mata pada orang-orang yang dirasa belum sejalan atau tak sederajat ilmunya dengan yang ia miliki.

Pemuda lembah Gunungsari, teman kecil saat duduk di bangku sekolah dasar ternyata menjadi perantara Tuhan-ku untuk menampar lembut di pipi. Membantu mengingatkan, ternyata aku tengah terbelit salah dan mulai belajar mengenakan baju kebesaran Azazil yang membuatnya terputus dari Rahmat Pencipta-nya. Aku terlena, karena merasa sudah ada dalam terang dan indahnya hidayah. Membuatku lupa, bahwa aku pun pernah menjadi salah satu penghuni gelapnya rimba Jahiliyah.

Pria lembah Gunungsari, yang saat kujumpai kembali di tahun 2010, berbanding terbalik dengan kenangan yang aku simpan selama 20 tahun dalam ingatan. Rambut ikal hitam pendek yang tersisir rapi telah berubah menjuntai panjang sepinggang dan terlihat kering seperti rambut jagung. Baru setelah kami menikah ia bercerita, sengaja memanjangkan rambut untuk kegiatan sosial dengan membentuk komunitas rambut panjang, yang hasil dari setiap kegiatan akan disumbangkan untuk korban Tsunami di Aceh. Sebatang kretek yang menyala tak pernah sepi menghias bibir dan sela-sela jarinya. Celana panjang yang ia kenakan jatuh menyapu lantai, terlihat di bagian tumit sudah mulai sobek karena seringnya terseret dan terinjak ketika berjalan. Sungguh pemandangan yang jauh berbeda, dengan apa yang senantiasa menghias pandangan mataku selama kurang lebih 15 tahun terakhir.

Dari balik punggung suamiku, izinkan aku melihat kebesaran-Mu, ya Robb. Lembaran kertas ini berusaha membenahi diri, menghias benang kusut dengan kelopak bunga dan hijaunya daun muda. Coretan tak berbentuk biarkan serupa akar serabut, agar kami selalu ingat dari mana kami berasal dan indahnya tempat yang ingin kami tuju. Melebur dalam gelap tanpa takut lenyap, walau tetap ada rasa takut, tetapi telah kami sebut nama-Mu di awal perjalanan. Aku lebah madu, mohon bantu kembali hasilkan madu.

Komentar

Postingan Populer