Buku Harian Baxy 2020 - Nama-Nya, 'Allah'


Bekal, Baxy. Cara untuk bisa masuk surga dan terhindar dari panasnya api neraka, aku yakin sebenarnya banyak orang-orang yang sama seperti aku. Merasakan kebingungan, ketakutan, terasing, berusaha menetapi agama tapi dibuat seperti menggenggam bara api. Ah … perlahan aku pun memahaminya, mengapa bertahan pada yang seharusnya menjadi ‘Rohmat untuk semesta alam,’ bisa berubah menjadi menyakitkan dan terasa panas membakar tangan sendiri.

Terasing atau sengaja mengasingkan diri? Seperti menggenggam bara api, atau justru dengan sengaja membakar kulit kita sendiri? Dengan perdebatan, dengan begitu banyaknya perbedaan keterangan.

Berbekal sejarah yang telah kuterima, belajar dari apa yang tengah berlaku di depan mata. Berpegang pada Satu Nama yang tetap ada, saat Sang penyampai risalah menutup usia, bahkan saat nyawa Kholifah Utsman bin affan terenggut sebagai penanda masa fittan telah dimulai.

Satu Nama yang Agung, yang sengaja menyertakan pula Kebijaksanaan di antara 99 nama-Nya. Yang Mahaadil, sebagai penegas seperti apa saat menghukumi sesuatu. Iya, aku berpegang pada Satu nama itu, Baxy. Kubilang, aku lelah berlari. Aku letih jika harus terus menyembunyikan diri. Kali ini aku ingin pulang dengan membawa kemenangan di tangan.

Lalu apa yang terjadi saat ini? Apa yang tengah aku lakukan setelah hampir 10 tahun berusaha meneriakkan suara hati yang selalu saja tertahan oleh status sosial dan sindrom legalitas yang mengurung? Nama-Nya Allah, Baxy … walau tak lagi dapat bersuara lantang karena tertimbun rasa malu, tapi aku akan terus menyuarakannya semampuku.

Nama-Nya, Allah. Pemilik 99 Nama yang Baik, yang tak’kan pernah ditemukan walau telah berulangkali meneliti, adakah terselip nama sang pembenci atau sang pendendam, seperti yang tengah diselipkan di hatiku selama beberapa tahun belakangan ini. Astaghfirullohal’adzim, Baxy.

Yang Maha Bijaksana, yang Maha Menetapi janji. Banyaknya pengertian yang mengisi kepala dan sanubari ini, dengan cara apa aku bisa membagikannya? Walaupun aku sendiri tahu, di luar sana, disetiap belahan bumi ini, semakin banyak hamba-Nya yang mengerti dan menguasai banyak ilmu, untuk membuat dirinya semakin mengenal dan terus mendekatkan diri pada Pencipta-nya. Tapi setidaknya, jika aku bisa menuangkan semua isi kepala ini, akan membuat hati terasa lebih ringan. Iya, seperti kebiasaan lama yang juga telah aku tinggalkan, menulis saat inga,t agar bisa kubaca kembali ketika diri mulai lupa.

Tak perduli seberapa jauh aku disimpangkan, seberapa kuat aku dipengaruhi untuk belajar membenci dan menggugat setiap keputusan yang telah dibuat oleh Sang Mahabijak. Belajar memaki, sebab badai cobaan yang seolah tak putus menerpa. Belajar mendendam, sebab merasa permohonan dan prasangka baik yang kupunya selalu saja dipunggungi. Ditancapkan kuat akar keraguan dan semakin tumbuh subur di hati.

Tentang peribadatanku, Baxy. Imanku, adakah telah sah dan sempurna? Sujudku, apakah diterima? Puasaku? Setiap permohonan yang kubuat, adakah itu murni ilham baik atau lagi-lagi hasil bisikan musuh tak kasat mata dan tipu daya hawa nafsu? Sungguh … melebur dalam gelap tanpa harus lenyap, kini aku merasakan ketakutan itu.

Tak ada tangan-tangan pemilik jubbah dan sorban yang bisa aku andalkan untuk membantu menuntun hidupku. Tak ada lagi majlis ta’lim yang bisa kudatangi dengan hati ringan dan tenang. Semua sibuk saling serang, saling hujat, saling menghukumi, sementara yang Maha Menghukumi?

Ya Hakkam-ya Adl, yang Kebijaksanaan-Nya tak pernah diragukan dalam menentapkan sebuah keputusan, yang sifat Adil-nya tak perlu lagi dipertanyakan. Astaghfirullohal’adzim, adakah istighfar ini bisa sampai ke urat nadi, Baxy? Agar bisa membantu menyadarkan diri dari apa yang sedang aku lakukan saat ini. Menjalankan peran sebagai seorang hamba sesuai dengan porsinya, tak perduli seberapa subur tumbuhan berduri itu mengakar di hati.

Islam, Iman, Ihsan. Tak perduli lagi dengan penghukuman atau kabar penakut tentang akhir zaman, karena yang aku pertahankan adalah agama, bukan nama baju. Aku berpegang pada Pemilik hari akhir itu sendiri. Bukan takut pada fitan yang kian banyak tersebar, tak juga terlalu perduli andai malaikat Isrofil benar tengah mengulum ujung terompet saat ini. Karena selama kata sakti itu belum terucap, maka terompet itu tak’kan pernah berbunyi. Selama kening ini masih ringan menempatkan diri dalam posisi terendah seorang hamba, Baxy … maka nikmat mana lagi yang harus kuingkari?

Diterima atau tidak, sempurna atau tidak, sah atau justru menyalahi kaidah? Sepanjang pengetahuanku, Tuhan-ku tak pernah menyia-nyiakan sekecil apapun usaha yang telah dikerjakan hamba-Nya. Jika salah, maka Alloh memiliki kemampuan untuk membuatnya jadi benar. Sebab Rohmat-Nya, Baxy … kita bisa melenggang dengan tenang, memasuki tempat indah milik-Nya. Tak perduli tingkatan mana yang akan ditempati, ataukah juga mendapat kesempatan untuk bertemu dan memandang Wajah-Nya dari balik selendang ke-Agungan seperti yang dijanjikan. Karena Surga adalah tentang kenikmatan, rizki, sebuah anugerah dari Sang Maha Pencipta, Baxy.

Komentar

Postingan Populer